Sumber: kompas.com |
Awal 2021 menjadi pengingat bagi kita semua untuk menjaga bumi dari sampah. Bencana banjir datang bertubi-tubi di Pulau Jawa dan Kalimantan. Setelah banjir surut, lihatlah berapa banyak gunungan sampah di sana? Mari kita bandingkan banjir yang terjadi di Indonesia dan di Jepang.
Sumber: googleimages |
Foto di atas sempat viral di sosial media. Banjir di Jepang jelas berbeda sekali dengan Indonesia. Air banjir tidak membawa sampah dan tidak berwarna coklat. Hal ini bisa terjadi karena Jepang memiliki sistem pengelolaan sampah yang sangat baik. Setiap rumah tangga di Jepang terbiasa memilah sampah rumah tangga yang mereka hasilkan. Jadi, ngga ada tuh orang Jepang yang membuang sampah dalam satu tempat sampah atau bahkan buang sampah sembarangan di sungai. Mereka sadar bahwa sampah yang mereka hasilkan harus dipilah dan dikelola dengan baik juga oleh pemerintah setempat.
Di Indonesia, mungkin hanya sedikit orang yang telah memilah sampah di rumah. Padahal Indonesia sudah mempunyai peraturan terkait dengan pemilahan sampah rumah tangga loh. Coba cek Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sampah. Kenyataannya banyak orang Indonesia yang mencampur semua jenis sampah dalam satu tempat. Biasanya sampah dibungkus dalam kantong kresek lalu tukang sampah datang mengambil kantong sampah itu. Sampah tersebut berakhir begitu saja dan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dikelola dengan baik sampai bertahun-tahun. Bahkan akibat timbunan sampah di TPA sebanyak 157 orang meninggal dunia 16 tahun lalu di TPA Leuwigajah.
tertimbun dan ratusan
Dulu saya berpikir seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya. “Yang penting saya ngga membuang sampah sembarangan atau ke kali”. Nyatanya tidak. Sampah itu hanya berpindah tempat, dari rumah kita ke tukang sampah lalu berakhir di TPA atau bahkan bisa terbawa sampai ke laut. Lalu, apa yang harus kita lakukan agar setelah banjir tidak banyak tumpukan sampah? Jawabannya sederhana: mulai pilah sampah dari rumah.
Cara Pilah Sampah
Saya mengenal istilah pilah sampah pertama kali melalui Waste4Change, salah satu pelopor Waste Management Indonesia. Saya mulai bertanggung jawab dengan sampah yang ada di rumah. Saya membagi sampah di rumah menjadi 5 kategori; organik, plastik/kaca/logam, kertas serta residu (yang tidak bisa didaur ulang). Ibu saya suka bertanam jadi beliau membantu untuk mengolah sampah organik, seperti kulit buah, sisa sayur yang belum dimasak, dll (mudah terurai secara alami) menjadi pupuk kompos. Selain itu, saya memanfaatkan sampah organik untuk membuat eco-enzyme (cairan pembersih alami) dan juga sebagai makanan kucing-kucing yang berkeliaran di sekitar rumah.
Selanjutnya, saya memilah sampah anorganik seperti plastik, kaca, dan logam. Kok ngga sekalian digabung dengan kertas? Kertas lebih maksimal untuk didaur ulang dalam kondisi kering. Jika kertas digabung dengan sampah anorganik lainnya, ada kemungkinan kertas akan terkontaminasi dengan cairan. Oleh karena itu, untuk sampah anorganik yang masih kotor atau terdapat sisa cairan di dalamnya saya biasanya mencuci dengan sedikit sabun, bilas dengan air secukupnya, lalu keringkan. Setelah kering, biasanya saya kirim untuk didaur ulang oleh Waste4Change.
Di rumah saya memiliki 4 tempat sampah. Saya memberi label untuk setiap tempat sampah supaya keluarga saya juga bisa berlatih menaruh sampah sesuai dengan jenisnya. Untuk labelnya, saya dapat dari mbak DK Wardhani, salah satu ibu yang menerapkan prinsip Zero Waste di rumahnya. Labelnya seperti ini.
Sumber: http://minimsampah.com |
Tempat sampahnya tidak perlu yang mahal kok. Kalian bisa memanfaatkan kardus bekas seperti di gambar.
Personal Waste Management
Sumber: waste4change.com Untuk besarnya biaya berlangganan, kalian bisa cek langsung ke website Waste4Change ya. Dengan berlangganan Personal Waste Management, kita turut serta membantu mitra angkut sampah mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Selain itu Waste4Change juga bisa mengembangkan riset dalam hal pengelolaan sampah. Sampah kita pun dikelola dengan baik oleh Waste4Change dan tidak berakhir di TPA. Extended Producer Responsibility IndonesiaSebagai konsumen, kita telah bertanggung jawab terhadap sampah kita dengan memilah dan mengurangi sampah agar tidak berakhir di TPA. Nah, bagaimana dengan produsen? Produsen juga menyumbang sampah loh di TPA. Bahkan tidak sedikit gara-gara produsen yang tidak bertanggung jawab, suatu daerah bisa banjir karena limbah yang dihasilkannya. Dalam proses pembuatan suatu barang, pasti ada saja barang yang gagal atau cacat selama proses produksi. Belum lagi sampah yang dihasilkan dari sisa proses produksi dan juga barang yang cacat atau kadaluwarsa setelah proses distribusi. Selain itu, ada juga produk atau kemasan kosong yang sudah selesai digunakan oleh konsumen. Jika kalian adalah produsen yang menghadapi masalah sampah di atas, Waste4Change menyediakan peluang untuk menjadi partner kalian dalam proses daur ulang sampah tersebut. Waste4Change akan membantu kalian menjadi produsen yang bertanggung jawab. Selain itu, penerapan Extended Producer Responsibility Indonesia akan menaikkan branding produk kalian. Kepercayaan konsumen terhadap produk yang kalian pasarkan akan meningkat. Yuk, produsen juga bertanggung jawab dengan pilah sampah yang dihasilkan selama proses produksi. Keuntungan Pilah SampahNah, setelah sampah-sampah di rumah tangga (konsumen) maupun produsen suatu produk terpilah dan didaur ulang dengan baik, kita berpartisipasi untuk mengurangi timbunan sampah di TPA. Jika timbunan sampah berkurang, masa sih banjir masih mau datang? Yuk sama-sama kita pilah sampah dan menguranginya agar Indonesia terutama Kota Jakarta ngga banjir lagi. Semoga bencana tahunan ini bisa segera berakhir dengan kesadaran manusia yang bertanggung jawab akan sampah mereka. Oh ya, temen-temen ada yang sudah mulai pilah sampah belum nih? Kalau sudah, ceritain dong tantangan yang kalian hadapi selama memilah sampah. Jika belum memilah, apa alasannya? “Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog Waste4Change. Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021 Nama penulis: Dewi Natalia" |